Pojok Nasional. Polisi mendalami keterangan Jundi (27), admin akun Instagram @sr23_official, yang menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai aktivis PKI, yang mengaku memproduksi konten negatif di media sosial hanya karena kecewa terhadap pemerintah. Polisi kini mendalami ada-tidaknya keterlibatan pihak lain dalam aksi Jundi.
"Tidak menutup kemungkinan orang atau kelompok. Sedang kita lakukan pendalaman, karena ada pembicaraan langsung antara pelaku dengan orang lain," kata Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Dani Kustoni kepada wartawan di kantornya, Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (23/11/2018).
Dani tidak menjelaskan secara detail siapa orang lain yang berhubungan dengan Jundi. Namun Dani menyebut sedang mendalami pihak yang berada di luar negeri.
"Motivasinya adalah keresahan ekonomi, kehidupannya juga. Kami temukan pelaku ini berupaya minta dukungan ekonomi. Kita sedang pendalaman dengan yang di luar wilayah hukum Indonesia," ujar Dani.
Dani menuturkan Jundi didapati meminta pulsa dan materi kepada pihak-pihak yang mendukungnya.
"Ada beberapa kepentingan yang tadi saya sampaikan, hanya terbatas pada kebutuhan ekonomi yang bersangkutan. Salah satunya mengisi pulsa, kemudian ada permintaan untuk mendukung untuk dalam bentuk lain," terang Dani.
Jundi ditangkap pada Kamis (15/11) di Aceh. Dia ditangkap setelah setahun lamanya diintai Tim Unit I Subdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim.
Polisi mengatakan Jundi membuat dan menyebarkan hoax soal Presiden Jokowi hingga Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Salah satu konten yang diunggah adalah Jundi mengedit foto Jokowi yang sedang berpose hormat dengan menambahkan lambang palu arit dan tulisan 'JOKOWI ADALAH SEORANG KOMUNIS'.
Jundi dijerat Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) dan/atau Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Dia juga disangkakan Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 157 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Tidak menutup kemungkinan orang atau kelompok. Sedang kita lakukan pendalaman, karena ada pembicaraan langsung antara pelaku dengan orang lain," kata Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Dani Kustoni kepada wartawan di kantornya, Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (23/11/2018).
Dani tidak menjelaskan secara detail siapa orang lain yang berhubungan dengan Jundi. Namun Dani menyebut sedang mendalami pihak yang berada di luar negeri.
"Motivasinya adalah keresahan ekonomi, kehidupannya juga. Kami temukan pelaku ini berupaya minta dukungan ekonomi. Kita sedang pendalaman dengan yang di luar wilayah hukum Indonesia," ujar Dani.
Dani menuturkan Jundi didapati meminta pulsa dan materi kepada pihak-pihak yang mendukungnya.
"Ada beberapa kepentingan yang tadi saya sampaikan, hanya terbatas pada kebutuhan ekonomi yang bersangkutan. Salah satunya mengisi pulsa, kemudian ada permintaan untuk mendukung untuk dalam bentuk lain," terang Dani.
Jundi ditangkap pada Kamis (15/11) di Aceh. Dia ditangkap setelah setahun lamanya diintai Tim Unit I Subdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim.
Polisi mengatakan Jundi membuat dan menyebarkan hoax soal Presiden Jokowi hingga Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Salah satu konten yang diunggah adalah Jundi mengedit foto Jokowi yang sedang berpose hormat dengan menambahkan lambang palu arit dan tulisan 'JOKOWI ADALAH SEORANG KOMUNIS'.
Jundi dijerat Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) dan/atau Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Dia juga disangkakan Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 157 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Checking your browser before accessingPlease enable Cookies and reload the page. This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly. Please allow up to 5 seconds… |